Pages

Subscribe:

Ads 468x60px

Rabu, 19 Juni 2019

NASEHAT UNTUK PENGHAFAL ALQUR'AN

[NASEHAT UNTUK PENGHAFAL ALQUR'AN]

Syaikuna Kh Maimun Zubair pernah dawuh :
"Alamat ilmu iku entek nek wong seng apal qur'an mek gawe sema'an karo deresan tok.(Alamat ilmu itu hilang kalau orang hapal qur'an hanya dibuat simakan dan deresan saja)."
Termasuk tanda dari akhir zaman  adalah banyaknya orang yang menghafal Al-Qur'an sebagaimana disinyalkan didalam ayat ;
ثُمَّ أَوْرَثْنَا الْكِتَابَ الَّذِينَ اصْطَفَيْنَا مِنْ عِبَادِنَا
"Kemudian Kami 'wariskan' kitab ini kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami."(QS. Fathir : 32)

Namun sebagian dari orang yg menghafal Al-Qur'an ada yg zalim kpd diri sendiri, sehingga Al-Qur'an bukan dijadikan imam,tetapi hanya sebagai bacaan dan bahan simakan saja. Sedangkan kita diajarkan untuk menjadikan Al-Qur'an sebagai iman dan petunjuk. Seperti dalam bacaan berikut;
رضيت بالله ربا وبالإسلام دينا وبمحمد نبيا ورسولا وبالقرأن إماما ودليلا
"Aku ridha dg Allah sebagai Tuhanku, serta dengan Islam sebagai Agamaku, Muhammad Nabi dan Rasulku, serta dg Al-Qur'an sebagai pemimpin dan petunjukku."

Walaupun Zalim, tapi tidak boleh diejek,karena mereka pasti hamba pilihan( الَّذِينَ اصْطَفَيْنَا مِنْ عِبَادِنَا) sehingga Allah akan memasukkan surga orang-orang yg mewarisi kitab Al-Qur'an, meskipun mereka termasuk golongan semacam ini;
  فَمِنْهُمْ ظَالِمٌ لِنَفْسِهِ وَمِنْهُمْ مُقْتَصِدٌ وَمِنْهُمْ سَابِقٌ بِالْخَيْرَاتِ بِإِذْنِ اللَّهِ ۚ
"...ada yg menganiaya diri mereka sendiri, diantara mereka ada yang pertengahan, diantara mereka ada (pula)yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah." (QS. Fathir:32)

Bisa mewarisi kitab Al-Qur'an merupakan Fadhl(keutamaan,kemurahan)yg agung dr Allah,  ذَٰلِكَ هُوَ الْفَضْلُ الْكَبِير
"... yang demikian itu adalah karunia yang amat besar."(QS. Fathir:32)
Dan bagaimanapun golongan itu dijamin Allah masuk surganya,
جَنَّاتُ عَدْنٍ يَدْخُلُونَهَا وَمَنْ صَلَحَ مِنْ آبَائِهِمْ وَأَزْوَاجِهِمْ وَذُرِّيَّاتِهِمْ ۖ
"...yaitu surga 'Adn yang mereka masuk ke dalamnya bersma-sama dengan orang-orang yang saleh dari bapak-bapaknya, isteri-isterinya dan anak cucunya."(QS. Ar-Ra'd:23)
Tetapi diakhir zaman banyak orang terkena penyakit stroke sehingga hapalannya menjadi hilang, sehingga tidak menjadi hamba pilihan lagi.

Syaikhuna KH Maimun Zubair juga mengatakan bahwa mencari ilmu agama itu fardlu 'ain, sedangkan menghafal Al-Qur'an itu fardlu kifayah. Hukum fardlu 'ain mengais ilmu dg dasar hadits;
طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ
"Menuntut ilmu adalah fardlu bagi setiap orang islam."

Sedang hukum fardlu kifayah menghafal Al-Qur'an karena diantara sahabat yg jumlahnya banyak, hanya ada enam orang yg hafal Al-Qur'an secara menyeluruh.Wallohu a'lam.

Syaikhuna KH Maimun Zubair dawuh; "Biyen kapan ono wong apal Al-Qur'an mesti dadi wong ngalim(Zaman dahulu jika ada orang yang hafal Al-Qur'an, pasti jadi orang alim).
Beliyau menyuguhkan sebuah fakta bahwa dahulu setiap ulama sebelum menekuni sebuah bidang khusus seperti Ahli Fiqih, Ahli Hadits, Ahli Tafsir dan sebagainya pastilah didahului dg pondasi hapalan al-qur'an bahkan banyak diantara mereka yg hafal alqur'an sejak kecil seperti As-Syafi'i, An-Nawawi, Al-Ghozali serta para Ulama lainnya.
Syaikhuna mencoba memberi perbedaan keadaan generasi terdahulu dan generasi sekarang terkait hafaalan Qur'an. Suatu gambaran yg patut direnungkan oleh siapapun, terutama penghafal Al-Qur'an . Beliau dawuh yg kira-kira artinya demikian;
"Pada akhir zaman Al-Qur'an itu nanti akan diangkat oleh Allah, dan yang diangkat terlebih dahulu adalah maknanya atau artinya, sehingga tidak ada yang mengetahui dan memahami makna dari lafal yang dibacanya, kemudian pada puncaknya bacaan/lafal dan naskahnya pun akan diangkat."

Beliyau jg menyajikan fakta bahwa dizaman sekarang, Al-Qur'an hanya untuk bahan simakan, perlombaan, pentas, atau lainnya. Bukan seperti ulama terdahulu dimana Al-Qur'an dijadikan pondasi kuat dalam menjalani kehidupan.
Dari sini sebenarnya Syaikhuna berpesan kepada penghafal Qur'an untuk tetap mendalami fan ilmu-ilmu agama seperti Fiqh, Tafsir, Hadist,Qiroah Sab'ah dan lain sebagainya.
Semoga kita bisa meneladani para ulama dan tetap hisnudzan dalam semua dhawuh-dhawuh beliau.

Buat muhasabah diri,,,,jgn sampai salah niat.
Saling mengingatkan dlm kebaikan,,,maafkanlah segala kesalahan q

Selasa, 18 Juni 2019

PANDANGAN GUS BAHA' TENTANG MENDIDIK ANAK

Harta benda dan anak adalah (mengandung) fitnah. Begitu kata Alquran. Lantas fitnah yang bagaimana?

Secara sederhana, fitnah di sini mempunyai arti cobaan dan ujian. Orang yang mempunyai harta cenderung sulit stabil dalam hal ibadah, begitu pula orang yang mempunyai anak.

Ketika belum punya anak ia sangat gemar sedekah, lalu ketika punya anak, merasa eman-eman dengan sedekah, sebab ia merasa harus memenuhi kebutuhan anak.

Begitu kira-kira.

Berbicara soal anak, saya teringat ketika ngaji dengan Gus Baha' di Bedukan Wonokromo. Kira-kira di tahun 2017. Gus Baha'  punya cara pandang tentang anak yang tidak lazim bagi kebanyakan orang.

"Ojo wani-wani karo anak, ndak kuwalat." - Jangan berani sama anak, nanti kalian bisa celaka.

Bagi saya, yang selalu mendengar Jangan berani sama orang tua, nanti celaka. Gus Baha' membalik kalimat tersebut, bahwa anak harus dihormati.

Anak selamanya adalah anak

Gus Baha' menjelaskan bahwa anak, mempunyai ikatan yang tidak akan putus. Berbeda dengan istri, ketika cerai maka hak dan kewajiban yang pernah melekat akan gugur seketika.

Ikatan yang tak akan putus tersebut, meskipun jika anak mempunyai kelakuan yang nakal, mbedugal dan ndableg, mereka akan tetap menjadi anak, bahkan jika anak dan orang tua saling berjanji tidak mau mengakui hubungan mereka, maka tetap saja secara syariat mereka tetap mempunyai hubungan, jika salah satu di antara mereka yang meninggal dunia, maka warisan tetap berlaku. Jika perempuan, maka walinya tetap saja adalah ayahnya.

Begitulah anak. Statusnya akan selalu melekat tanpa sekat.

Anak adalah penerus Kalimat Tauhid

Gus Baha' memberikan poin penting tentang kalimat tauhid. Baginya, kalimat tauhid adalah kalimat kebenaran yang universal dan absolut. Sehingga jika kalimat tersebut diucapkan oleh orang gila sekalipun, kalimat tersebut akan selalu benar.

Kebenaran kalimat tauhid tidak bisa dimonopoli oleh siapapun. Meskipun diucapkan oleh seorang pendosa sekalipun kalimat tauhid tidak menjadi hina, begitu pula jika diucapkan oleh orang saleh sekalipun kalimat tersebut juga tidak akan bertambah mulia.

Siapapun orang yang mengucapkan kalimat tauhid akan menjadi mulia, siapapun orangnya. Sebab itulah Gus Baha' menghormati anaknya, sebab anaknyalah yang kelak akan meneruskan kalimat tauhid tersebut.

Sebab inilah, Gus Baha' mengaku tidak pernah memukul anaknya, "Bagaimana bisa mukul ketika saya selalu ingat bahwa ia adalah umatnya Nabi Muhammad yang kelak akan menjadi penerus agama Islam." begitu kira-kira kalimat Gus Baha'.

Jangan sampai anak merasa kecewa dengan Bapaknya

Kekecewaan anak terhadap orang tua, agaknya sebanding dengan kekecewaan orang tua terhadap anak. Sebagai orang tua kita merasa yang paling berhak atas masa depan anak kita. Sebagai anak, kita justru yang paling berhak kelak mau menjadi apa. Wajar, sebab zaman yang dialami oleh orang tua dan anak sama sekali berbeda.

Gus Baha' selalu mewanti-wanti bagaimana anaknya harus bangga kepada bapaknya, ini bukan persoalan sombong-sombongan, tapi ini mendidik kepada anak agar ia tidak kecewa kepada orang tuanya dengan membanding-bandingkan orang tuanya dengan orang tua temannya.

Gus Baha' mempunyai pola hidup yang sederhana, beliau punya televisi hanya karena, jangan sampai anaknya pergi dari rumah hanya ingin menonton televisi di tetangga.

Bagi saya ini persoalan yang sulit. Bagaimana agar anak bisa bangga mempunyai orang tua seperti kita.

Gus Baha', ketika memberikan uang saku untuk sekolah kepada anaknya yang masih sekolah setingkat SD: Mas Hasan selalu lebih dari teman-temannya. Kata istrinya apakah itu tidak boros jika anak seusia itu dengan uang 5.000 sedangkan teman-temannya hanya diberi uang saku 2.000

Kata Gus Baha' tidak. Sama sekali tidak boros. Gus Baha ingin mengajarkan kepada anaknnya untuk selalu jajan kepada penjual-penjual jajanan di sekolah, persoalan tidak sehat dan atau tidak enak lalu dibuang silahkan, buang saja.

Persoalan dibuang berarti itu adalah rejekinya hewan-hewan seperti semut, cacing dan lain-lain. Gus Baha' ingin mengajarkan bahwa kita harus mempunyai kontribusi kepada orang yang mencari nafkah dengan cara yang halal; berjualan jajanan di sekolah-sekolah.

Tidak ada yang mubazir, bagi Gus Baha'. Cara pandang seperti ini tentunya tidak lazim, dan tergantung pada niatnya.

Meskipun tidak lazim, minimal bisa memberikan kita pemahaman yang lain, bahwa mendidik anak adalah pilihan orang tua. Nasehat Gus Baha' kepada para orang tua adalah jangan mengira bahwa anak nakal itu tidak ada hubungannya dengan orang tua, sangat berhubungan. Jika kalian ingin melihat dirimu, maka lihatlah anakmu.

Cerminan seperti ini sering mengingatkan saya kepada teman-teman saya yang merasa menyesal hingga menangis setelah memarahi anaknya.

Jika kita marah-marah bahkan memukul anak kita, pada hakikatnya kita sedang memarahi diri sendiri dan memukul diri kita sendiri. Kita sedang menyakiti diri kita sendiri.

Qowim Musthofa/SabakOrId
#SantriMbelinxs
#NahdhotulUlama
#MuhibbinGusBahaJogja
#AhlussunnahWalJamaahAnNahdhiyyah

Jumat, 14 Juni 2019

Benarkah Dosa Riba Lebih Berat dari Berzina?

Benarkah Dosa Riba Lebih Berat dari Berzina?

Keharaman riba telah disepakati oleh para ulama. Namun apakah bunga bank itu termasuk riba? Para ulama berbeda pandangan. MUI mengatakan: Iya, termasuk riba. Namun para ulama Mesir yang tergabung dalam Majma’ al-Buhuts Islamiyah (MBI) mengatakan tidak. Mufti Taqi Usmani dari Pakistan mengatakan Iya. Namun Mufti Nasr Farid Wasil dari Mesir mengatakan Tidak. Syekh Wahbah az-Zuhaili mengatakan Iya. Sayyid Thantawi (Grand Syekh al-Azhar) mengatakan Tidak.

Jadi, buat ulama yang menganggap bunga bank termasuk riba, maka hukumnya haram, dengan segala konsekuensinya termasuk bekerja di bank konvensional. Sementara buat ulama yang menganggap bunga bank bukan termasuk riba maka hukumnya boleh, termasuk boleh bekerja di bank konvensional.

Sampai sini, sudah jelas yah? Gak usah ribut. Ini perkara khilafiyah.

Namun belakangan ini beredar meme/gambar sampai baliho/spanduk yang mengutip hadits Nabi yang mengatakan 1 dirham riba lebih besar dosanya dari perbuatan zina sebanyak 36 kali. Bahkan ada hadits yang lebih serem lagi: Riba memiliki 72 pintu. Yang paling rendah seperti menzinahi ibu kandung.

Mari kita bahas sanad dan matan kedua hadits di atas. Sahihkah haditsnya?

Hadits dengan redaksi yang mirip banyak diriwayatkan melalui berbagai jalur periwayatan: Abu Hurairah, Ibn Mas’ud, dan Siti Aisyah. Para ulama sudah membahasnya dan mereka berselisih mengenai sahih atau tidaknya hadits-hadits tersebut. Al-Hakim dalam kitab al-Mustadrak mengatakan haditsnya sahih sesuai kriteria Bukhari-Muslim. Namun ulama lain mengatakan tidak sahih.

Hasil pelacakan saya, hadits seputar dosa riba yang melebihi dosa perbuatan zina itu sanadnya lemah dan matannya mungkar. Ini alasannya:

1. Ibn al-Jauzi menjelaskan kedhaifan riwayat-riwayat hadits semacam ini dalam kitabnya al-Maudhu’at (juz 2, halaman 247):

ليس في هذه الاحاديث شئ صحيح

‘Gak ada satupun yang sahih dalam kumpulan hadits seputar masalah ini.’

Ibn Al-Jauzi mengutip bagaimana Imam Bukhari mengomentari sejumlah perawi hadits yang bermasalah.

Abu Mujahid: haditsnya munkar.
Thalhah bin Zaid: munkar.

Jadi bagaimana mungkin dikatakan haditsnya sahih sesuai syarat Bukhari-Muslim?

2. Syaikh Abdur Rahman al-Mu'alimi al-Yamani ketika mentahqiq kitab al-Fawa’id al-Majmu’ah fi al-Hadits al-Maudhu’ah (juz 1, halaman 150) menulis

‎والذي يظهر لي أن الخبر لا يصح عن النبي صلى الله عليه وسلم البتة

“yang jelas tampak bagiku bahwa khabar (seputar topik ini) tidak benar sama sekali berasal dari Nabi SAW.”

3. Ahli hadits lainnya Abu Ishaq al-Huwaini dalam kitab Ghauts al-Makdud bi Takhrij al-Muntaqa Libnil Jarud membuat kesimpulan:

‎أن الحديث لا يمكن نسبته إلى النبي صلى الله عليه وسلم ، لا تصحيحاً ولا تحسيناً ، وأحسن أحواله أن يكون ضعيفا ، وعندي أنه باطل ، وفي متنه اضطراب كثير

“Hadits semacam ini tidak mungkin dinisbatkan kepada Nabi Muhammad SAW, statusnya tidak sahih dan juga tidak hasan. Paling banter dikatakan dha’if. Tapi buat saya haditsnya batil, dan di matan (teks)nya terdapat perbedaan redaksi yang banyak (mudtarib).”

4. Terakhir, Syekh ‘Ali as-Shayyah, dosen ilmu hadits di Universitas King Saud, Riyadh, Saudi Arabia melakukan riset tentang hadits seputar ini. Beliau menyimpulkan:

‎لم يصح شيء مرفوع إلى النبي صلى الله عليه وسلم في تَعْظيمِ الرّبَا على الزنا

“Tidak satupun hadits yang marfu’ bersambung kepada Nabi dalam topik lebih besarnya dosa riba daripada perbuatan zina”.

Jadi, dari segi sanad, hadits seputar topik ini dianggap lemah, batil, dan tidak sampai ke Nabi, oleh para ulama hadits di atas.

Dari sisi teks atau matan, hadits seputar ini juga bermasalah. Perbuatan zina itu termasuk dalam hal jinayat (pidana Islam). Sedangkan riba itu tidak termasuk dalam jinayat. Bagaimana mungkin dosa riba melebihi dosa perbuatan zina, apalagi dikaitkan dengan melebihi dosa menzinahi ibu kandung. 36 kali dosanya lebih besar. Jadi bagaimana hukuman cambuknya? 36 dikali 100 cambuk? Tidak masuk akal.

Karena itu kesimpulan saya hadits-hadits seputar masalah ini tidak bisa dijadikan pegangan kita. Wa Allahu a’lam

Tabik,

Nadirsyah Hosen

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...