Pages

Subscribe:

Ads 468x60px

Senin, 13 Juli 2020

PESANTREN LIRBOYO DAN PESAN UNTUK SANTRI

PESANTREN LIRBOYO 
DAN PESAN UNTUK SANTRI

Sebuah Kenangan 

KH. Dr. (HC) Husein Muhammad

Setelah melalui malam panjang yang tenang di atas bus, diselingi tidur nyenyak beberapa jam, pagi Dhuha, aku tiba di pesantren Lirboyo, Kediri, tempat aku dulu, 49 tahun lalu, belajar mengaji. Ia adalah salah satu pesantren besar di Jawa Timur yang terkenal. Ia masih begitu bersahaja seperti dahulu kala. Kini ia makin besar, dengan area yang makin luas dan makin masyhur. Alumninya yang kini amat terkenal antara lain adalah Kiyai Embah Maimoen Zubair atau mbah Moen, Kiyai Ahmad Mustofa Bisri atau Gus Mus (Kiyai Idola, pujaan hati) , dan Kiyai Sa'id Aqil Siradj, ketua umum PBNU itu, Kiyai Mas Subadar (Rois Syuriah PBNU) dan masih banyak lagi. 

Aku melewati masjid Muktamar. Aku bilang kepada isteri dan anak-anakku yang menjemput : "di masjid inilah aku pernah "diadili" para kiyai, ustaz dan santri, sekitar 300 orang, tentang pikiran-pikiranku yang dianggap "liberal". Sebuah kenangan indah yang tak akan aku lupakan sepanjang hidup".

Aku melihat para santri baru, laki-laki dan perempuan, masih berdatangan. Jalanan menuju pesantren ini dipenuhi mobil, besar dan kecil. Para santri dan para tamu lalu lalang di sana.
Aku masuk rumah salah satu pengasuh. Ruang tamu berjubel. Di luar rumah masih banyak yang menunggu giliran masuk, untuk sowan Kiyai/Ibu Nyai atau memohon doa. 

Aku bertanya kepada salah seorang pengasuh tentang jumlah santrinya. Ia bilang kini sekitar 27.000.
Perkembangan yang sangat pesat. 
Pesantren ini masih terus mengaji kitab Tafsir, "al-Kutub al-Sittah" , enam kitab hadits : Sahih Bukhari, Muslim, Abu Daud, Nasa-i, Ibnu Majah. Kitab-kitab Fiqh klasik Fath al-Mu'in, Fath al-Wahhab, Al-Mahalli, kitab Ushul Fiqh dan Qa'idah Fiqh : alAsybah wa an-Nazhair, karya Imam Jalaluddin al-Suyuthi, juga masih dibaca. 

Sampai sekarang Pesantren ini masih menjaga spesialisasinya sebagai pesantren Nahwu-Sharaf-Balaghah (Gramatika dan Sastra Arab). Aku pernah menghafal nazham Alfiyah (1000 bait Ilmu Nahwu) karya Ibnu Malik dari Andalusia, Nazham Jauhar al-Maknun, bait puisi tentang sastra Arab, karya Syeikh Abdurrahman al-Akhdhari. Menghafal kitab Al-Faraid al-Bahiyyah", tentang kaida-kaidah Fiqh. Dan "Sullam Munawraq", kitab mantiq, logika Aristotelian. 

Aku juga belajar Ilmu 'Arudh (not-not nyanyian/syair), karya orisinal Imam Khalil al-Farahidi, guru Imam Sibawaih dan penulis Qamus al-'Ain, kamus bahasa Arab pertama. Juga belajar lmu Falak (astronomi) dll. 

Di tengah perbincangan "ngalor-ngidul" dengan Kiyai Kafabih Mahrus Ali, Nyai Azzah Muhammad (adik kandungku ke 4 dan putra-putrinya yang semuanya hafal Al-Qur'an dan mahir baca kitab kuning, ditambah dua anakku dan tiga ponakanku, aku diminta memberi nasehat. Lalu aku menyampaikan dua puisi : 

إِذَا فَاتَنِيْ يَوْمٌ وَلَمْ أَصْطَنِعْ يَدًا #
 وَلَمْ أَكْتَسِبْ عِلْماً فَمَاذَاكَ مِنْ عُمْرِيْ

Bila hariku telah lewat 
Sedang aku tak berbuat apapun
Tak pula menimba ilmu
Lalu apakah makna hidupku
Pada hari itu?.

Jangan biarkan hari-harimu berlalu tanpa makna 
Ia adalah hidupmu
Masa depanmu adalah hari ini mu

Terakhir aku baca puisi yang sering dinyanyikan Gus Dur suatu saat di depan para santri :

ولدتك امك يابن آدم باكيا
والناس حولك يضحكون سرورا
فاجهد لنفسك ان تكون إذا بكوا
في يوم موتك ضاحكا مسرورا

Saat ibu melahirkan mu, wahai anakku
Kau menangis
Sedang orang-orang di sekelilingmu 
Menyambutmu dengan tertawa bahagia

Maka berjuanglah, wahai anakku
Untuk bahagiamu sendiri
Kau tersenyum manis 
saat kau pulang
Sedang mereka berduka-cita

Lirboyo, 13.07.18
13.07.2020
HM

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tulis Komentar Anda Di sini

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...